LKS
itu … LEMBAR KEGIATAN SISWA. atau LEMBAR KEGIATAN SESAT…
(Potret
Buram Pendidikan Indonesia)
Gambar Miyabi mendadak bertambah boming
di daerah Mojokerto,Jawa timur beberapa bulan yang lalu, pasalnya gambar
perempuan asal negeri sakura itu “mejeng” di sebuah LKS Bahasa Inggris SMP. LKS
The Bell terbitan CV Sinar Mulia ini disusun oleh Tim Penyusun Musyawarah Guru
Bahasa Inggris SMP, di antaranya Giyono, Sumantri, Moh. Jalil, dengan penelaah
Muhyidin. Dalam kata pegantarnya, tujuan diterbitkannya buku LKS bergambar
artis yang katanya,pemain film yang tidak senonoh, ini untuk membantu siswa
belajar dengan paradigma baru, yaitu cooperative
learning, active
learning, dan mandiri. (Kompas.2012).
Belum selesai dengan Miyabi yang
kontroversi, kembali dunia pendidikan kita digoncang LKS yang memuat bahasa “istri
simpanan” pada LKS Pendidikan Lingkungan
Budaya Jakarta (PLBJ)
LKS tersebut memuat cerita istri simpanan sehingga meresahkan orangtua murid.
LKS terbitan PT Media Kreasi (MK) tersebut diketahui dijadikan bagian kurikulum
tambahan siswa kelas II di sekolah tersebut.(Kompas.2012). LKS bermasalah masih berlanjut lagi dengan
tambahan LKS miring. Dalam buku LKS Bahasa Jawa
kelas 3, diceritakan, seorang kakek mempunyai mempunyai resep awet muda. Resep
tersebut berupa kebiasaan madat atau mengisap ganja sebelum tidur,
minum-minuman keras 2 botol dan menghabiskan rokok 2 bungkus. Ajaran yang dianggap tak pantas dikonsumsi siswa SD
tersebut terdapat dalam LKS Fokus Bahasa Jawa untuk kelas 3, yang diterbitkan
oleh CV Sindunata Sukoharjo, Jawa Tengah.
Kalau model pendidikan
bangsa ini sudah melenceng dari awal, bahkan dimulai dari pendidikan dasar,
kapan berkembangnya pendidikan bangsa kita.?. Fungsi LKS dalam proses belajar
mengajar untuk siswa adalah sebagai sarana belajar baik di kelas, di ruang
praktek maupun di luar kelas sehingga siswa berpeluang besar untuk
mengembangkan kemampuan, menerapkan pengetahuan, melatih keterampilan,
memproses sendiri untuk mendapatkan pengetahuan, sedangkan untuk guru adalah memudahkan dalam
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan metode “membelajarkan
siswa” atau Student Active Learning. Apabila
diartikan lebih jelas bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran kertas
yang intinya berisi informasi dan instruksi dari guru kepada siswa agar dapat
mengerjakan sendiri suatu kegiatan belajar melalui praktek atau mengerjakan
tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan untuk mencapai
tujuan pengajaran”. Sedangkan tujuan LKS antara lain: Melatih siswa berfikir
lebih mantap dalam kegiatan belajar mengajar. Memperbaiki minat siswa untuk belajar, misalnya guru
membuat LKS lebih sistematis, berwarna serta bergambar untuk menarik perhatian
dalam mempelajari LKS tersebut.
Melihat tujuan dan
manfaat diterbitkanya LKS dalam pembelajaran sekolah tentu sangat bagus apabila
dilaksanakan sesuai dengan tujuan. Siswa mendapat kemudahan dalam belajar
sedangkan guru juga mendapatkan kemudahan dalam mengajar. Namun kemudahan
tersebut ternyata kemudian melenceng dan menjadi sebuah boomerang kemalasan dalam belajar. Guru tergantung
kepada LKS, dengan adanya kunci jawaban, silabus, RPP, Prota, Promes, tinggal
ambil saja tanpa susah-susah menyiapkan perangkat belajar tanpa memperhatikan
isi dan kualitas LKS yang dibawa, bahkan sering didapati antara materi
pembelajaran dan tujuan pembelajaran berbeda bahkan melenceng jauh dari tujuan
pembelajaran. Peserta didik dimudahkan dengan hanya memiliki LKS saja, sumber
belajar sudah terpenuhi, ditambah lagi harga LKS yang super murah dibandingkan
dengan buku pelajaran, apalagi salesnya
memberikan rabat yang tinggi walaupun isinya abal-abal dan tidak mendidik tetap
saja diambil dan digunakan sebagai acuan inti dalam pembelajara, masih ada
tambahan lagi dengan iming-iming kompensasi yang menggiurkan. Lengkap sudah
kehancuran itu.
Alih-alih meningkatkan keaktifan siswa,
tetapi yang terjadi adalah aktif mencari orang yang namanya “Miyabi”, Istri
simpanan”, “ Nyimeng”, “madat”, pada warnet-warnet pinggir jalan, diwaktu
setelah pulang sekolah, ditambah lagi pemberitaan media yang bolak-balik
diulang yang malah menambah penasaran peserta didik yang tidak tahu menahu
siapa itu Miyabi, maka apabila sampai diwarnet, ketika diketik “Miyabi” pada search
engine yang keluar adalah Gambar orang miskin yang tidak memakai baju,
film-film orang sangat miskin yang juga tidak memakai baju… bertambahlah
keaktifan siswa… SIAPAKAH YANG HARUS BERTANGUNG JAWAB….. Mari kita Tanya diri
kita masing-masing, bukan bertanya kepada rumput yang bergoyang.!!!. Bentengi
diri dan generasi dari tingkah pendidikan yang amoral.
No comments:
Post a Comment